Wednesday, 29 May 2013

Mencetak ulang identitas sosial bangsa

Triandi Sunarya

Setiap sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara adalah berbeda-beda. Tentunya suatu sumber daya memiliki kelebihan dan kekuranganya masing-masing. Yang membedakanya adalah kuantitas dan kualitas dari sumber daya tersebut. Namun kita tidak dapat mengatakan begitu saja bahwa suatu sumber daya lebih baik dari pada sumber daya yang lain. Sayangnya nilai-nilai bahwa suatu sumber daya lain lebih baik dapat dengan mudah ditanamkan oleh negara asing ke dalam pandangan bangsa indonesia. Bak propaganda melalui media massa,elektronik,film,internet dan media-media lainya yang menunjukan bahwa sumber daya bangsa lain ataupun apa yang sumber daya itu ciptakan seperti budaya, gaya hidup, produk & karya dan jutaan kreasi bangsa-bangsa lain yang kita anggap melebihi apa yang mampu bangsanya sendiri ciptakan.
            Dari satu sisi hal itu memanglah benar adanya. Bahwa bangsa lain lebih selangkah di depan kita.  Namun disisi lain, jika bangsa kita hanya menerima hal tersebut apa adanya tanpa ada upaya untuk mengaktualisasikan diri untuk mencoba lebih baik dan hanya menjadi konsumen atas kreasi mereka semata bak konsumen produk yang dominan namun tidak pernah memiliki ketertarikan mengenai “how to” process maka akan menghasilkan negara kita ini hanyalah negara konsumer. Sayangnya hal itu pun benar adanya bahwa negara kita tergolong sebagai neara dengan tingkat konsumerisme yang tinggi.
            Selain dari kreasi yang bangsa lain buat, kita juga tertipu daya dengan anggapan bahwa kualitas bangsa lain adalah selalu lebih baik dari pada kualitas SDM bangsa sendiri. Kulit putih, tinggi, dan hal-hal lain yang dimiliki bangsa lain bodohnya kita tanamkan sebagai standard manusia yang idealis berdasarkan propaganda-propaganda bangsa lain melalui derasnya arus globalisasi. Hal ini dapat berdampak buruk bagi kualitas SDM bangsa kita sendiri karena kita cenderung berupaya semaksimal mungkin untuk menjadi tokoh ideal kita dan merasa tidak pantas apabila kita belum seideal yang ada dalam pandangan kita.Hal ini berdampak pada kualitas SDM yang cenderung kurang percaya diri di depan umum terutama ketika disandingkan dengan SDM negara lain.
Namun penulis merasa untuk hal satu ini tidak ada benarnya. Hal ini terbukti dengan adanya SDM bangsa kita sendiri yang mampu menunjukan prestasinya hingga mendunia, namun disayangkan tidak sedikit dari mereka yang memiliki nilai nasionalisme yang rendah dan lebih memilih untuk mengabdi kepada bangsa lain yang saya akui bukan kesalahan mereka sepenuhnya tetapi juga merupakan kesalahan negeri ini yang tidak menjamin keberadaan mereka yang telah mampu berprestasi ini dengan reward yang pantas atas apa yang mereka perjuangkan.
Seringkali kita temui dimana bangsa kita sendiri lebih mengagung-agungkan budaya bangsa lain, bahasa, gaya hidup, sampai-sampai  budaya kita sendiri dan nilai-nilai yang menjadi identitas nasional bangsa ini dilupakan dan perlahan terhapus. Lama-kelamaan nilai-nilai yang menjadi identitas bangsa kita ini justru akan ditimpa oleh identitas bangsa-bangsa lain sehingga bangsa kita sendiri mengalami krisis jati diri. Hal ini sudah banyak terjadi dan terutama menyerang generasi muda bangsa kita sendiri. Pemerintah seakan tidak peduli terhadap pengaruh derasnya arus globalisasi yang saat ini menimpa jati diri kita dan kita seolah-olah telah nyaman dengan arus globalisasi yang entah kita tidak tau dimana muaranya.
Fanatisme yang wajar dapat diterima namun rasa prihatin dari penulis kepada kaum generasi muda yang terlalu fanatik terhadap kreasi bangsa-bangsa lain, menjadikanya sebagai standar ideal, mengaggung-agungkanya dan lupa bahkan tidak peduli dengan budayanya sendiri,karya bangsanya sendiri. Mereka seolah bukan lagi bagian dari bangsa ini karena identitas nasional mereka telah pudar, seakan ketika bangsa lain mengajak mereka untuk menjadi bagian darinya , mereka akan dengan mudah berkata “ya”. Bukti nilai nasionalisme yang telah pudar.
Penulis berharap fanatisme yang saat ini menggandrungi generasi muda jangan sampai menghapus nasionalisme dalam diri kita. Penulis berharap  adanya arus gobalisasi yang begitu gencar juga disaring oleh program-program pemerintahan yang berupaya meminimalisir pudarnya jiwa nasionalis atau globalisasi yang ada disertai dengan program untuk meningkatkan jiwa nasionalis bangsa agar budaya kita sendiri tidak menjadi budaya asing di negara kita sendiri. Hal ini tanpa kita sadari berdampak pada berbagai faktor kualitas dari SDM yang ada terutama generasi muda seperti cara berpikir, kepercaya dirian, tingkah laku dalam memecahkan masalah, pola pikir dan faktor-faktor lain yang kian lama terus menggusur nilai-nilai yang seharusnya ditanamkan oleh generasi pembangkit(tercantum dalam artikel sebelumnya) bukan melalui asupan-asupan dari luar yang kemudian dijadikan pedoman utamanya. Mari generasi muda! ingatlah bahwa kita adalah bagian dari bangsa ini!tumbukhkanlah kebanggan diri sebagai generasi muda bangsa Indonesia! Banggalah menjadi bangsa Indonesia dan banggakanlah Indonesia kedepanya!

           

No comments:

Post a Comment