Tri Ade Feriyanto
(1111001072)
Dunia ini luas. Siapa yang tahu dan siapa yang peduli apabila sebagian sisi dunia hancur? Bahkan kurang dari sebagaian manusia di dunia sampai sekarang ini belum mengetahui betapa luasnya dunia. Kenapa masih ada yang belum tahu? Manusia dibelahan dunia (dunia dalam dunia) tempat mereka tinggal menganalogikan dunia berdasarkan sudut pandang mereka—yang tidak terkecualikan menghubungkan teori alamiah dengan filosofi tentang sifat kebendaan. Namun, kecanggihan suatu teknologi dan berkembangnya pola pikir manusia cenderung menutup kemungkinan bahwa hidup di dunia dalam dunia cukup “mengutuk” untuk mengutus suatu gagasan tentang hal apa yang paling spektakuler di dunia ini, siapa penggagas hebat itu, kapan waktunya dapat membajak ide hebat dan menguasai dunia melalui kehidupan dunia dalam dunia.
Dunia dalam dunia adalah Indonesia, Asia, Eropa ataupun negara-negara lain yang (pastinya) lebih maju dan begitu pesat dalam pembangunan sekaligus penciptaan sistem pengelolaan administrasi, informasi, hiburan, pertahanan dan keamanan, dan kekuatan penguasaan. Tidak terpikirkan jika ada negara sesempurna harapan. Dunia dalam dunia mencakup perbedaan budaya setiap masyarakat yang berada di dalamnya, yang hidup dan berbagi cara untuk bertahan hidup, maju, serta bersama-sama mengembangkan ide baru yang menjadi peluang dalam bisnis atau apapun hal yang termasuk dalam permodalan, ekspor dan impor, dan tidak ketinggalan perubahan nilai mata uang dollar.
Akan tetapi, banyak hal berbeda di dunia dalam dunia (negara) ini yang membuka kemungkinan dapat melahirkan kebijakan mengenai perdamaian dunia. Seperti adanya organisasi internasional yang mengatur dan mengawasi perekonomian dunia, melindungi lingkungan dari pencemaran limbah, berkontribusi dalam peristiwa bencana alam. Hal ini dapat dikatakan sebagai kerja sama, dengan kata lain sebagai “sinergisitas”. Dan tentu aja, ada persyaratan dan perjanjian atas timbal balik dari kerja sama antar negara ini. Suatu negara mempunyai hak untuk tidak ikut tergabung menjadi anggota dalam organisasi ini. Indonesia, berada pada urutan ke 166 sebagai anggota PBB yang sepakat atas segala kebijakan PBB mengenai pengaturan kekuasan dunia.
Segala kerja sama yang telah dilakukan Indonesia kepada negara-negara maju adalah cerminan kesinergisitasan. Namun, jika ditilik lebih detil mengenai dunia dalam dunia, masing-masing negara memiliki kelebihan. Melihat ke Indonesia, sebagai negara yang memiliki garis pantai amat luas, budaya yang beragam, sumber daya alam potensial, dan teknologi dengan sumber daya manusia yang handal (seperti produksi senjata api buatan Pindad)—tidak ada unsur pesimisme yang layak menghancurkan “kekayaan” Indonesia ini, kecuali pola pikir masyarakat Indonesia sendiri yang menjauhi kompetisi.
Mengenai “kemajuan” atau perkembangan pesat suatu negara, dimana batas Indonesia? Kapan Indonesia mampu mewujudkan visi dengan tanpa berkhayal? Tidak ada jawaban yang pantas untuk menyelesaikan pertanyaan peka ini. Karena, mata dunia di dunia ini adalah satu (sepertinya). Hanya ada satu negara yang menilai keindahan banyak negara di dunia, dan kemudian mengurutkannya ke dalam suatu chart berdasarkan rating maupun analisis kritis dari para ahli.
Masyarakat dunia mungkin akan berpesan, bersamaan dengan niat untuk bersinergi bersama masyarakat Indonesia—baik dalam hal teknologi dan juga toleransi berbudaya. Kemudian, hal ini menjadikan adanya ketetapan dalam hubungan timbal balik. Seperti, izin jaringan berdagang, kompetisi industri sains, teknologi dan biologi yang dampaknya dapat digunakan bersama-sama masyarakat dunia.
Sinergi budaya dan teknologi, mengacu pada perubahan kebiasaan mengonsumsi menjadi pemproduksi. Sinergisitas dalam sistem kekuasaan berdampak paling pesat dalam pertumbuhan ekonomi. Indonesia mampu melakukan kegiatan ekspansi ekspor bahan mentah ke negara lain apabila para penguasa di Indonesia mampu menyanggupi pengadaan fasilitas yang memadai.
Dunia ini luas. Siapa yang tahu dan siapa yang peduli apabila sebagian sisi dunia hancur? Bahkan kurang dari sebagaian manusia di dunia sampai sekarang ini belum mengetahui betapa luasnya dunia. Kenapa masih ada yang belum tahu? Manusia dibelahan dunia (dunia dalam dunia) tempat mereka tinggal menganalogikan dunia berdasarkan sudut pandang mereka—yang tidak terkecualikan menghubungkan teori alamiah dengan filosofi tentang sifat kebendaan. Namun, kecanggihan suatu teknologi dan berkembangnya pola pikir manusia cenderung menutup kemungkinan bahwa hidup di dunia dalam dunia cukup “mengutuk” untuk mengutus suatu gagasan tentang hal apa yang paling spektakuler di dunia ini, siapa penggagas hebat itu, kapan waktunya dapat membajak ide hebat dan menguasai dunia melalui kehidupan dunia dalam dunia.
Dunia dalam dunia adalah Indonesia, Asia, Eropa ataupun negara-negara lain yang (pastinya) lebih maju dan begitu pesat dalam pembangunan sekaligus penciptaan sistem pengelolaan administrasi, informasi, hiburan, pertahanan dan keamanan, dan kekuatan penguasaan. Tidak terpikirkan jika ada negara sesempurna harapan. Dunia dalam dunia mencakup perbedaan budaya setiap masyarakat yang berada di dalamnya, yang hidup dan berbagi cara untuk bertahan hidup, maju, serta bersama-sama mengembangkan ide baru yang menjadi peluang dalam bisnis atau apapun hal yang termasuk dalam permodalan, ekspor dan impor, dan tidak ketinggalan perubahan nilai mata uang dollar.
Akan tetapi, banyak hal berbeda di dunia dalam dunia (negara) ini yang membuka kemungkinan dapat melahirkan kebijakan mengenai perdamaian dunia. Seperti adanya organisasi internasional yang mengatur dan mengawasi perekonomian dunia, melindungi lingkungan dari pencemaran limbah, berkontribusi dalam peristiwa bencana alam. Hal ini dapat dikatakan sebagai kerja sama, dengan kata lain sebagai “sinergisitas”. Dan tentu aja, ada persyaratan dan perjanjian atas timbal balik dari kerja sama antar negara ini. Suatu negara mempunyai hak untuk tidak ikut tergabung menjadi anggota dalam organisasi ini. Indonesia, berada pada urutan ke 166 sebagai anggota PBB yang sepakat atas segala kebijakan PBB mengenai pengaturan kekuasan dunia.
Segala kerja sama yang telah dilakukan Indonesia kepada negara-negara maju adalah cerminan kesinergisitasan. Namun, jika ditilik lebih detil mengenai dunia dalam dunia, masing-masing negara memiliki kelebihan. Melihat ke Indonesia, sebagai negara yang memiliki garis pantai amat luas, budaya yang beragam, sumber daya alam potensial, dan teknologi dengan sumber daya manusia yang handal (seperti produksi senjata api buatan Pindad)—tidak ada unsur pesimisme yang layak menghancurkan “kekayaan” Indonesia ini, kecuali pola pikir masyarakat Indonesia sendiri yang menjauhi kompetisi.
Mengenai “kemajuan” atau perkembangan pesat suatu negara, dimana batas Indonesia? Kapan Indonesia mampu mewujudkan visi dengan tanpa berkhayal? Tidak ada jawaban yang pantas untuk menyelesaikan pertanyaan peka ini. Karena, mata dunia di dunia ini adalah satu (sepertinya). Hanya ada satu negara yang menilai keindahan banyak negara di dunia, dan kemudian mengurutkannya ke dalam suatu chart berdasarkan rating maupun analisis kritis dari para ahli.
Masyarakat dunia mungkin akan berpesan, bersamaan dengan niat untuk bersinergi bersama masyarakat Indonesia—baik dalam hal teknologi dan juga toleransi berbudaya. Kemudian, hal ini menjadikan adanya ketetapan dalam hubungan timbal balik. Seperti, izin jaringan berdagang, kompetisi industri sains, teknologi dan biologi yang dampaknya dapat digunakan bersama-sama masyarakat dunia.
Sinergi budaya dan teknologi, mengacu pada perubahan kebiasaan mengonsumsi menjadi pemproduksi. Sinergisitas dalam sistem kekuasaan berdampak paling pesat dalam pertumbuhan ekonomi. Indonesia mampu melakukan kegiatan ekspansi ekspor bahan mentah ke negara lain apabila para penguasa di Indonesia mampu menyanggupi pengadaan fasilitas yang memadai.
No comments:
Post a Comment